Setidaknya ada empat alasan utama yang mendasari perlu adanya buletin kampung (media komunitas) yang
fokus pada suatu desa. Pertama, gejala umum di banyak desa, khususnya
desa-desa semikota seperti
Jinggotan, perkembangan mental masyarakat yang kian individualis, cuek
terhadap lingkungan, lunturnya budaya gotong-royong, dll berkembang tak
terhindarkan.
Kedua, kurangnya perhatian warga akan kondisi dan potensi-potensi alam lingkungan sekitarnya. Padahal potensi-potensi itu sebenarnya besar hanya saja belum tergali dan belum mendapat perhatian yang pantas. Dan ini menjadi gejala umum di banyak desa, warganya merasa inferior (rendah diri) dan kurang percaya diri dengan kedesaannya. Anggapannya desa itu selalu lebih tertinggal dibanding kota. Semua ini bermula dari kurangnya perhatian terhadap berbagai potensi yang ada di sekitar.
Ketiga, walau sekarang ini beberapa media massa telah merambah ke desa-desa dan menghadirkan berbagai berita perkembangan desa (seperti Jawa Pos dengan Radarnya yang sampai ke berbagai desa), namun itu tetap menempatkan warga sebagai konsumen pasif (down stream). Sebaliknya media komunitas seperti SK lebih berupaya agar warga sendiri yang memproduksi berita/informasi sehingga lebih bersifat up stream.
Keempat, sebagai media kontrol terhadap pemerintah desa. Kurangnya pemuatan issu-issu perkembangan yang terjadi di desa membuat para perangkat desa merasa sedikit bebas karena kurangnya kontrol. Maka dari itu sangat dirasa perlu untuk menerbitkan sebuah media komunitas yang bisa menjadi kekuatan pengontrol.
Setidaknya berdasar empat alasan itulah mengapa media komunitas penting diwujudkan. Media komunitas yang diharapkan bisa menyegarkan dan mengemukakan kembali budaya-budaya desa yang adiluhung yang mulai luntur, serta mengedepankan berbagai potensi yang ada di desa agar mendapat perhatian dan pengelolaan yang memadai.
Kedua, kurangnya perhatian warga akan kondisi dan potensi-potensi alam lingkungan sekitarnya. Padahal potensi-potensi itu sebenarnya besar hanya saja belum tergali dan belum mendapat perhatian yang pantas. Dan ini menjadi gejala umum di banyak desa, warganya merasa inferior (rendah diri) dan kurang percaya diri dengan kedesaannya. Anggapannya desa itu selalu lebih tertinggal dibanding kota. Semua ini bermula dari kurangnya perhatian terhadap berbagai potensi yang ada di sekitar.
Ketiga, walau sekarang ini beberapa media massa telah merambah ke desa-desa dan menghadirkan berbagai berita perkembangan desa (seperti Jawa Pos dengan Radarnya yang sampai ke berbagai desa), namun itu tetap menempatkan warga sebagai konsumen pasif (down stream). Sebaliknya media komunitas seperti SK lebih berupaya agar warga sendiri yang memproduksi berita/informasi sehingga lebih bersifat up stream.
Keempat, sebagai media kontrol terhadap pemerintah desa. Kurangnya pemuatan issu-issu perkembangan yang terjadi di desa membuat para perangkat desa merasa sedikit bebas karena kurangnya kontrol. Maka dari itu sangat dirasa perlu untuk menerbitkan sebuah media komunitas yang bisa menjadi kekuatan pengontrol.
Setidaknya berdasar empat alasan itulah mengapa media komunitas penting diwujudkan. Media komunitas yang diharapkan bisa menyegarkan dan mengemukakan kembali budaya-budaya desa yang adiluhung yang mulai luntur, serta mengedepankan berbagai potensi yang ada di desa agar mendapat perhatian dan pengelolaan yang memadai.