Di Jawa, bulan Muharram disebut bulan Suro. Bagi banyak orang Jawa
bulan Suro sepertinya mempunyai makna khusus. Mereka menyambutnya dengan
berbagai kegiatan: ada yang nanggap wayang semalam suntuk, lek-lekan,
tirakatan, memandikan pusaka-pusaka semacam keris dan tombak, dan
sebagainya. Bahkan agaknya bulan Suro dianggap "gawat". Orang punya
"gawe" (hajat) misalnya, menghindari bulan tersebut lantaran takut
celaka atau mendapat sial. Menurut Pak Mus bagaimana kepercayaan semacam
itu? Dan bagaimana pula menurut pandangan Islam?
Said (Magelang)
Jawab:
Wah, terus terang Mas Said,saya tidak tahu persis asal muasalnya. Tapi dugaan saya nama "Suro", seperti nama-nama bulan Jawa yang lain, bermula dari istilah bahasa Arab. Dari kata "Asyuro". Tentang "Asyuro" yang jatuh pada hari ke sepuluh Muharram, mengapa disebut demikian, ulama berbeda pendapat. (Asyuro bersumber dari kata "Asyuro" atau "Asyrah" yang berarti sepuluh).
KH. Mustofa Bisri (Pengasuh Pesantren Virtual)
Said (Magelang)
Jawab:
Wah, terus terang Mas Said,saya tidak tahu persis asal muasalnya. Tapi dugaan saya nama "Suro", seperti nama-nama bulan Jawa yang lain, bermula dari istilah bahasa Arab. Dari kata "Asyuro". Tentang "Asyuro" yang jatuh pada hari ke sepuluh Muharram, mengapa disebut demikian, ulama berbeda pendapat. (Asyuro bersumber dari kata "Asyuro" atau "Asyrah" yang berarti sepuluh).
Ada yang mengatakan, disebut demikian karena memang Asyuro itu hari yang
ke sepuluh Muharram. Ada yang mengatakan karena hari itu merupakan saat
mulia yang ke sepuluh dari sepuluh saat yang dimuliakan oleh Allah
(sembilan lainnya adalah: bulan Rajab, Sya'ban, Ramadhan, malam Qadar,
Hari Fitri, hari-hari 'Asyar, hari Arafah, hari Nahr, dan hari Jumat).
Ada yang mengatakan karena hari Asyuro itu terjadi peristiwa-peristiwa
penting dalam kehidupan 10 Nabi Allah.
Umat Islam sendiri menyambut bulan Muharram (Suro) sebagai awal tahun
baru Hijriyah. Sedang di hari Aysuro-nya (tanggal 10 Muharram) melakukan
puasa; karena ada riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
berpuasa pada hari itu, seperti misalnya yang dinyatakan oleh shahabat
Ibnu Abbas r.a.:
"Ketika
Nabi Saw. tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi puasa pada
hari Asyura, Nabi Saw. bertanya: 'Hari apa ini?' Jawab mereka: 'Hari
ini hari yang baik. Pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari
musuh-musuh mereka, karena itu Musa mempuasainya.' Sabda Nabi Saw.: 'Aku
lebih berhak daripadamu dengan Musa. Karena itu Nabi Saw. mempuasainya
dan menyusruh mempuasainya.'" (HR al-Bukhari)
Kalau kemudian ada kepercayaan bahwa bulan Suro itu merupakan "bulan
gawat" atau "bulan sial", boleh jadi itu ada kaitannya dengan tragedi
terbunuhnya sayyidina Huesin bin Ali xa yang terjadi pada hari Asyuro di
bulan Muharram. Dalam khazanah kitab kuning sendiri, ada juga pendapat
yang menghubung-hubungkan puasa Asyuro dnegan musibah Husein tersebut.
Selain itu, maaf, saya tidak tahu. Mengapa orang mengira bulan Suro itu
bulan "serem", mengapa orang pada mengeluarkan senjata dan
memandikannya, mengapa orang "nyiriki" bulan itu untuk melaksanakan
perhelatan dan sebagainya, terus terang saya tidak tahu. Kalau hal itu
benar, artinya bulan itu memang bulan "gawat" dan "sial"m ya kasihan
orang Jawa dong. Wong yang punya Suro cuma orang Jawa.
Dan jika benar, Suro itu berasal dari Asyuro, seperti halnya bulan
Muharram, itu saat mulia untuk sementara ulama justru saat yang penuh
berkah. Wallaahu A'lam.
KH. Mustofa Bisri (Pengasuh Pesantren Virtual)