BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sintaksis dan morfologi adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika. Kedua bidang tataran itu memang berbeda tetapi seringkali batas antara keduanya menjadi samar karena pembicaraan bidang yang satu tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Meskipun demikian, orang biasa membedakan kedua tataran itu dengan pengertian: morfologi membicarakan struktur internal kata, sedangkan sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain, atau unsur-unsur lain sebagai suatu satuan ujaran. Hal ini sesuai dengan asal-usul kata sintaksis itu sendiri, yaitu sun yang berarti ‘dengan’ dan kata tattaein yang berarti ‘menempatkan’. Jadi, secara etimologis istilah itu berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat (Chaer 2012:206).
Dalam hal ini, perlu diketahui pula
pengertian sintaksis dari para linguis dan medan telaah sintaksis. Oleh karena
itu, pada bagian ini pembahasan akan lebih menekankan pada sintaksis dan medan
telaah sintaksis.
1.2.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang
timbul adalah sebagai berikut :
1. Apa sintaksis itu?
2. Aspek apa saja yang menjadi medan telaah dalam
sintaksis?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Sintaksis
Para
linguis memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang sintaksis. Secara
etimologis, sintaksis berasal dari kata syntaxis (Belanda) atau syintax
(Inggris). Sintaksis adalah salah satu cabang tata bahasa yang membicarakan
struktur-struktur kalimat, klausa, dan frase (Tarigan 1985:4). Para linguis
mendefinisikan sintaksis dari sudut pandang yang berbeda. Crystal (1980:346)
mendefinisikan sintaksis sebagai telaah tentang kaidah-kaidah yang mengatur
cara kata-kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat dalam suatu bahasa. Dalam
hal ini, sintaksis adalah telaah tentang hubungan antara unsur-unsur struktur
kalimat dan telaah tentang kaidah-kaidah yang menguasai pengaturan kalimat
dalam gugus-gugus kata. Paul Roberts (1964:1) mendefinisikan sintaksis sebagai
bidang tata bahasa yang menelaah hubungan kata-kata dalam kalimat, cara-cara
menyusun kata-kata itu untuk membentuk kalimat. Francis (1958:31) menyatakan
bahwa sintaksis adalah sub bagian tata bahasa yang menelaah tentang struktur
kelompok-kelompok kata. Fromkin dan Rodman (1983:200) menyatakan bahwa
sintaksis adalah bagian dari pengetahuan linguistik kita yang menelaah struktur
kalimat. O’Grady dan Dobrovolsky (1989:126) menyatakan bahwa sintaksis adalah
sistem kaidah dan kategori yang memungkinkan kata-kata dikombinasikan untuk
membentuk kalimat. Gleason (1955:128) menyatakan bahwa sintaksis adalah prinsip-prinsip
penyusunan kontruksi yang dibentuk oleh proses derivasi dan infleksi
(kata-kata) ke dalam kontruksi yang lebih besar yang bermacam-macam jenisnya.
Kridalaksana (1982:154) menyatakan bahwa sintaksis adalah: (1) pengaturan dan
hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar
itu dalam bahasa; (2) subsistem bahasa yang mencakup hal tersebut (sering
dianggap bagian dari gramatika; bagian lain adalah morfologi); dan (3) cabang
linguistik yang mempelajari hal tersebut. Terakhir, Rusmadji (1993:2)
mengatakan bahwa sintaksis adalah subsistem tata bahasa yang mencakup kelas
kata dan satuan-satuan yang lebih besar, yaitu frasa, klausa, kalimat, dan
hubungan-hubungan di antara satuan-satuan sintaksis tersebut.
Dari batasan-batasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa sintaksis adalah telaah tentang frasa, klausa, kalimat, dan
hubungan-hubungan di antara satuan-satuan sintaksis itu. Dengan kata lain,
sintaksis adalah telaah tentang struktur kalimat
2. Medan
Telaah Sintaksis
Sebelum memasuki pembahasan medan
telaah sintaksis perlu diketahui terlebih dahulu kedudukan sintaksis di antara
cabang-cabang yang lain. Kedudukan sintaksis adalah di antara morfologi dan analisis
wacana. Berdasarkan kedudukan itu, dapat dipahami bahwa bidang kajian, medan
telaah, objek selidik sintaksis adalah kata, frasa, klausa, dan kalimat.
Dengan alasan, kata juga
dikaji oleh morfologi, dipandang perlu informasi tentang perbedaan antara
sintaksis dan morfologi. Perbedaannya, meskipun keduanya sama-sama mempelajari
kata, sintaksis berbeda dengan morfologi. Morfologi menyelidiki hubungan
antarkata secara paradigmatis. Misalnya, hubungan antara kata mengajar dengan
mengajari, mengajarkan, diajar, diajari, diajarkan, dan seterusnya.
Adapun sintaksis meneliti hubungan antarkata secara sintagmatis. Misalnya,
hubungan kata mengajar dengan kata Edi, bahasa Indonesia, dan
kata yang sevalensi sintaktis lainnya.
Morfologi terfokus pada
struktur internal kata. Morfologi berurusan dengan struktur gramatikal di dalam
kata. Dalam morfologi, yang menjadi satuan terkecil adalah morfem; sedangkan
kata menjadi satuan terbesarnya. Sementara itu, dalam sintaksis, kata menjadi
satuan terkecil yang membentuk satuan-satuan yang lebih besar. Dalam hal ini,
kalimatlah yang dipandang sebagai satuan terbesar sintaksis. Dengan kata lain,
eksternal kata, kata-kata saling berhubungan satu dengan lainnya, sehingga
membentuk konstruksi tertentu, yaitu frase, klausa, dan kalimat. Berdasarkan
kedudukan sintaksis dalam linguistik, medan telaah sintaksis mencakup sebagai
berikut.
1. Alat sintaktis
Adanya frasa, klausa, dan kalimat tidak secara otomatis hadir
tanpa adanya sarana yang menunjang terwujudnya satuan-satuan tersebut.
Perangkat-perangkat yang menjadi sarana terwujudnya satuan-satuan gramatikal
itu oleh para ahli, misalnya Kentjono (1990) dan Suparno (1994), dinamakan alat
sintaktis. Dengan kata lain, alat yang berfungsi membentuk satuan sintaktis
dan menyatakan makna gramatikal disebut dengan alat sintaktis. Ada empat alat
sintaktis, yaitu (1) urutan, (2) bentuk kata, (3) intonasi, dan (4) kata sarana
atau kata tugas. Alat-alat sintaktis itu dapat berperan sebagai penentu makna
gramatikal, bahkan dapat menentukan apakah konstituen atau rangkaian konstituen
itu mengandung makna atau tidak. Di samping itu, alat-alat sintaktis juga dapat
berperan sebagai pembentuk variasi kalimat. Berikut ini akan diuraikan keempat
alat sintaktis tersebut.
1)
Urutan
Contoh
adanya urutan yang berbeda dapat diamati dalam kalimat-kalimat berikut ini.
(9) a. Nana
membacakan saya sebuah puisi.
b. Saya
membacakan Nana sebuah puisi.
c.
Membacakan saya sebuah puisi Nana
d.
Membacakan Nana sebuah puisi saya
e. Nana
membacakan sebuah puisi saya.
f. Saya
membacakan sebuah puisi Nana.
g. * Saya
membacakan puisi Nana sebuah.
h. * Sebuah
Nana membacakan saya puisi.
i. * Sebuah
puisi membacakan saya Nana.
j. * Sebuah
saya puisi membacakan Nana.
Contoh (9a)
sampai dengan (9f) tersebut menunjukkan bahwa urutan tertentu menyebabkan
terwujudnya bentuk-bentuk konstruksi tertentu pula. Dari beberapa contoh
pengurutan konstituen itu, dapat diketahui tidak terdapatnya satu kalimat pun
yang memiliki makna yang sama dengan kalimat lainnya. Informasi yang
terkemukakan bisa jadi sama, tetapi makna yang dikandungnya tidak ada yang
sama. Sementara itu, contoh (9g) sampai dengan (9j) menunjukkan bahwa urutan
yang tidak tepat dapat menyebabkan ketidakgramatikalan sebuah kalimat. Urutan
itu juga berlaku bagi konstruksi yang berupa frase. Contohnya konstruksi
frase-frase berikut ini: alim-ulama, suka duka, anak cucu, arif bijaksana yang
kesemuanya merupakan susunan kata yang tidak bisa dibalik urutannya; misalnya
menjadi ulama alim, duka suka, cucu anak, dan bijaksana arif.
2)
Intonasi
Intonasi
ialah pola perubahan nada yang dihasilkan pembicara pada waktu mengucapkan
ujaran atau bagian-bagiannya (Kridalaksana 1993:85). Intonasi dapat berupa
tekanan, nada, dan tempo (Chaer 1994: 253). Gejala intonasi atau gejala prosodi
mempunyai hubungan yang erat dengan struktur kalimat di samping dengan
interrelasi kalimat dalam sebuah wacana (Halim 1984:77). Dengan intonasilah
gatra-gatra dalam kalimat dapat berujud, yang implikasinya –sebagaimana urutan
kata,-- juga akan menyebabkan sebuah kalimat itu gramatikal ataukah tidak.
Intonasi mengarahkan makna tertentu pula pada sebuah kalimat. Hal ini dapat
diketahui dengan contoh (10) berikut. (10) a. Edi / mengambilkan / adiknya /
air minum. 8
b. * Edi /
mengambilkan / adiknya air minum. Dalam pengucapan konstruksi (10)
misalnya, agar menjadi sebuah kalimat yang gramatikal, antara pengucapan adiknya
dan air minum perlu diberikan jeda yang cukup. Dengan demikian
pemenggalannya sebagai seperti (10a), yaitu Edi / mengambilkan / adiknya /
air minum. Kenyataannya akan menjadi lain jika antara konstituen adiknya
dan air minum tidak diberi jeda, yaitu akan menjadi (10b) Edi /
mengambilkan / adiknya air minum.
3)
Bentuk Kata
Dilihat
dari bentuknya, dalam bahasa Indonesia terdapat kata dasar dan kata turunan.
Contoh kata dasar ialah muat. Kata turunannya antara lain dimuat dan
memuat. Dalam contoh (11) misalnya, jika kata dimuat diubah
menjadi memuat, tentu makna kalimat tersebut menjadi berbeda dengan
kalimat asalnya; bahkan kalimat tersebut menjadi tidak bermakna/tidak
berterima. (11). a. Beberapa mahasiswa Unnes, artikelnya dimuat di Suara
Merdeka. b. * Beberapa mahasiswa Unnes, artikelnya memuat di Suara Merdeka.
4)
Kata Sarana atau Kata Tugas
Pada saat
ini istilah kata sarana kurang memasyarakat. Biasanya, istilah yang
dikemukakan oleh Samsuri (1985:42 dan 74) itu dikenal dengan istilah kata
tugas atau partikel. Kata tugas (function word) adalah kata
yang terutama menyatakan hubungan gramatikal, yang tidak dapat dibubuhi afiks,
dan tidak mengandung makna leksikal, a.l. preposisi, konjungsi, artikula, dan
pronomina. Kata tugas dioposisikan dengan kata penuh (content word,
fullword, lexical word, national word, open class word), yaitu kata yang
mempunyai makna leksikal penuh yang bebas; misalnya rumah, angin, orang,
malaikat, dsb. yang berlainan dengan di, yang, para dsb.
(Kridalaksana 1993:100). Ciri-ciri kata tugas adalah sebagai berikut: (1) jumlahnya
terbatas, (2) keanggotaannya relatif tertutup, (3) biasanya tidak mengalami
proses morfologis, (4) biasanya tidak memiliki makna leksikal, tetapi mempunyai
makna gramatikal. Pada dasarnya, pemahaman terhadap konsep-konsep sintaksis
termasuk di antaranya satuan-satuan gramatikal tidak bisa dilepaskan tidak saja
dengan kata sarana melainkan juga dengan kata penuh atau dengan istilah
Samsuri (1985:74-75) adalah kata utama. Dalam pembentukan konstruksi
terutama konstruksi yang relatif panjang, kata sarana atau kata tugas itu
sangatlah berperan. Misalnya dapat dilihat adanya penggunaan kata sarana yang
berupa preposisi di dalam contoh (18a). Sebagaimana namanya, kata
sarana bertugas membantu kata-kata utama dalam pembentukan kalimat dasar
maupun kalimat turunan. Tetapi, kalimat-kalimat (dasar) dapat terdiri hanya
atas kata-kata utama (Samsuri 1985:42). Dengan demikian, ada kata sarana yang
dapat digunakan sebagai sarana pembentukan kalimat dasar/tunggal, dan ada pula
yang dapat digunakan dalam pembentukan kalimat majemuk. 9 10
2. Satuan-satuan Sintaktis
Mengacu pada ruang lingkup kajian sintaksis, satuan sintaktis
dapat ditarik pengertian bahwa satuan sintaktis merupakan satuan yang menjadi
sasaran analisis di dalam bidang sintaksis. Berdasarkan tata tingkat
gramatikal, ada tiga macam satuan sintaktis, yakni (1) frase, (2) klausa, dan
(3) kalimat. Meskipun kata bukan termasuk wilayah analisis sintaksis,
pembicaraan satuan-satuan sintaksis tidak bisa lepas dari kata. Menurut
Kentjono (1990:1), jika dalam morfologi digunakan morfem sebagai satuan
terkecil dan kata sebagai sataun terbesarnya, dalam sistaktis kata menjadi
satuan bahasa yang terkecil yang membentuk satua-satuan gramatikal yang lebih
besar. Untuk itu, dalam pembicaraan satuan sintaktis tidak bisa dilepaskan,
meskipun tidak termasuk dalam satuan sintaktis. Kata Kata merupakan kajian
sentral dalam kajian bahasa dan bahkan kata dapat berdiri sendiri sebagai
kalimat. Oleh karena itu, kata merupakan hal penting di dalam pembicaraan
sintaksis. Menurut Blomfield (1993) dalam bukunya Language, kata dikenal
sebagai satuan bebas terkecil (minimum free form). Untuk lebih jelasnya,
Kentjono (1990:5-7) menguraikan ciri-ciri kata sebagai berikut.
1) Mempunyai potensi untuk berdiri sendiri sebagai kalimat.
Misalnya: kata berhenti sebagai kalimat larangan.
2) Kata tidak dapat disela, kecuali dengan infiks.
Misalnya: getar menjadi gemetar.
3) Kata dapat berpindah dalam kalimat.
Misalnya: Kemarin saya belajar sintaksis. (pindah) Saya belajar.
4) Kadang-kadang batas kata ditandai secara fonologis mengikuti
urutan fonem seperti /mg/, /mt/, /ŋt/, /ŋp/, /pb/, /td/,/kg/,/kŋ/, dan /aə/
dapat dipastikan fonem pertama merupakan bagian satu kata, sedangkan fonem yang
kedua merupakan bagian kata berikutnya. Tidak mungkin urutan dua fonem tersebut
terdapat dalam satu kata. Meskipun ada pasti disela dengan fonem lain, umunya
vokal.
Misalnya: /td/ kata [t]an[d]a, /mt/ kata [m]a[t]ahari Frasa
Frase adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih dan tidak
melalmpaui batas fungsi. Selain itu, frase disebut juga sebagai kelompok kata
yang hanya menempati satu fungsi sintaktis. Kentjono (1990:7-8) menyatakan
ciri-ciri frase sebagai berikut.
1) Frase dapat berdiri sendiri sebagai kalimat.
Misalnya: Kapan kamu pergi ke Jakarta? Kemarin sore.
2) Frase dapat disisipi dengan kata lain.
Misalnya: buku baru buku yang baru buku sintaktis buku tentang
sintaksis
3) Urutan kata dalam frase bersifat kaku, artinya kalau berpisah
harus bersama.
Misalnya: Ia menjadi mahasiswa teladan di Unnes. Mahasiswa teladan
ditetapkan hari ini.
4) Umumnya frase dapat diperluas.
Misalnya: Makasiswa baru mahasiswa yang baru
5) Frase mempunyai tanda fonologis berupa tekanan keras pada kata
terakhir.
Misalnya: Orang itu makan kaca. Klausa
Klausa merupakan satuan gramatikal yang terdiri atas predikat,
baik disertai subjek (S), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket)
maupun tidak. Artinya, adanya predikat merupakan ciri utama klausa. Dalam
bahasa tulis, klausa ditulis denganmenggunakan huruf kecil dan tanpa
menggunakan tanda baca akhir (titik, tanda seru, dan tanda tanya), sedangkan
dalam bahasa lisan klausa harus diujarkan dengan menambahi “abstraksi”. Hal ini
mengacu pada wujud klausa yang susah dibedakan dengan kalimat jika dilisankan.
Tanpa ada kata abstraksi tentunya klausa tersebut sudah menjadi kalimat, karena
sataun gramatikal tersebut memiliki intonasi final. Untuk memberikan gambaran
klausa lebih detail, Kentjono (1990:8-9) menjelaskan ciri-ciri klauasa sebagai
berikut.
1) Klausa umumnya merupakan konstituen (unsur pembentuk) kalimat.
Misalnya: saya makan Saya makan.
2) Dalam klausa hanya terdapat satu predikat. Jika ada dua
predikat maka terdapat dua klausa.
Misalnya: saya benci dan rindu
3) Klausa dapat menjadi kalimat jika dikenakan intonasi (lagu
kalimat) final.
Misalnya: saya tampan Saya tampan.
4) Klausa dapat menjadi bagian dari sebuah kalimat.
Misalnya: Saya melihat dia gembira.
5) Klausa dapat diperluas dengan keterangan waktu, cara, dan
lain-lain.
Misalnya: saya marah kemarin Kalimat Kalimat adalah satuan
gramatikal baik lisan maupun tulis yang menyatakan pengertian yang utuh dan
ditandai dengan intonasi final dari segi lisan; diawali dengan kesenyapan
ditengahi jeda dan diakhiri dengan kesenyapan (keheningan). Dari segi tulis,
kalimat diawali dengan huruf kapital ditengahi dengan koma, titik koma,
tanda-tanda penghubung, dan diakhiri tanda tanya, tanda seru, dan titik.
Kenjtono (1990:9-10) menjelaskan ciri-ciri kalimat sebagai berikut.
1) Unsur-unsur inti kalimat adalah kontituen dasar dan intonasi
final; konstituen dasar bisa berasal dari kata, frase, dan klausa.
2) Kata, frase, dan klausa dapat menjadi konstituen dasar kalimat.
Misalnya: Siapa yang tersenyum itu? Saya. (kalimat)
3) Kalimat merupakan satuan gramatikal yang bebas; kebebasan
kalimat ditandai dengan dengan intonasi final.
Misalnya: Pemuda itu buaya darat.
4) Kalimat dapat diperluas dengan menambahkan klausa dengan sifat
subordinatif dan parataktis.
Misalnya: Ia putra bangsawan, aku
BAB III
PENUTUP
3. 1 Simpulan
Dari pemaparan materi di atas maka
dapat disimpulan sebagai berikut :
3.1.1 Sintaksis adalah telaah tentang
frasa, klausa, kalimat, dan hubungan-hubungan di antara satuan-satuan sintaksis
itu. Dengan kata lain, sintaksis adalah telaah tentang struktur kalimat
3.2.2
Berdasarkan
kedudukan sintaksis dalam linguistik, medan telaah sintaksis mencakup: alat
sintaksis, satuan-satuan sintaksis, penyusunan satuan sintaksis, unsur-unsur
yang membangun sintaksis, dan makna unsur pembangun satuan sintaksis.
3.2 Saran
3.2.1 Definisi
sintaksis banyak dikemukakan oleh para linguis, kita sebagai orang bahasa
hendaknya dapat menarik simpulan dari semua definisi tersebut.
3.2.2
Sebagai orang bahasa sebaiknya kita memahami medan telaah sintaksis.
DAFTAR
PUSTAKA
Muis Ba’dulu, Abdul. 2005.Morfosintaksis.Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia Penedekatan Proses. Jakarta: Rineka
Cipta
Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata bahasa baku bahasa indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Muttaqin, Iqbal. 2012. Pedoman EYD Dan Dasar Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Diva Press
Pranowo. 1996. Analisis
Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: University Press
Kentjono, Djoko. 1990. Dasar-dasar linguistik umum. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas
Indonesia
Kridalaksana, Harimurti.1986. Perwujudan Fungsi Dalam Struktur Bahasa. Linguistik Indonesia th. 4
no. 7
Ramlan M, Prof. Drs. 1996. Ilmu Bahasa Indonesia:
Sintaksis. Yogyakarta: cv. Karyono
Soeparno. 2002. Dasar-Dasar
Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana