Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

MAKALAH MEDAN MAGNET SINTAKSIS BI 2015

MAKALAH MEDAN MAGNET SINTAKSIS BI 2015



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

            Sintaksis dan morfologi adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika. Kedua bidang tataran itu memang berbeda tetapi seringkali batas antara keduanya menjadi samar karena pembicaraan bidang yang satu tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Meskipun demikian, orang biasa membedakan kedua tataran itu dengan pengertian: morfologi membicarakan struktur internal kata, sedangkan sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain, atau unsur-unsur lain sebagai suatu satuan ujaran. Hal ini sesuai dengan asal-usul kata sintaksis itu sendiri,
yaitu sun yang berarti ‘dengan’ dan kata tattaein yang berarti ‘menempatkan’. Jadi, secara etimologis istilah itu berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat (Chaer 2012:206).
Dalam hal ini, perlu diketahui pula pengertian sintaksis dari para linguis dan medan telaah sintaksis. Oleh karena itu, pada bagian ini pembahasan akan lebih menekankan pada sintaksis dan medan telaah sintaksis. 

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang timbul adalah sebagai berikut :

1.      Apa sintaksis itu?
2.      Aspek apa saja yang menjadi medan telaah dalam sintaksis?








BAB II
PEMBAHASAN

1.   Pengertian Sintaksis

Para linguis memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang sintaksis. Secara etimologis, sintaksis berasal dari kata syntaxis (Belanda) atau syintax (Inggris). Sintaksis adalah salah satu cabang tata bahasa yang membicarakan struktur-struktur kalimat, klausa, dan frase (Tarigan 1985:4). Para linguis mendefinisikan sintaksis dari sudut pandang yang berbeda. Crystal (1980:346) mendefinisikan sintaksis sebagai telaah tentang kaidah-kaidah yang mengatur cara kata-kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat dalam suatu bahasa. Dalam hal ini, sintaksis adalah telaah tentang hubungan antara unsur-unsur struktur kalimat dan telaah tentang kaidah-kaidah yang menguasai pengaturan kalimat dalam gugus-gugus kata. Paul Roberts (1964:1) mendefinisikan sintaksis sebagai bidang tata bahasa yang menelaah hubungan kata-kata dalam kalimat, cara-cara menyusun kata-kata itu untuk membentuk kalimat. Francis (1958:31) menyatakan bahwa sintaksis adalah sub bagian tata bahasa yang menelaah tentang struktur kelompok-kelompok kata. Fromkin dan Rodman (1983:200) menyatakan bahwa sintaksis adalah bagian dari pengetahuan linguistik kita yang menelaah struktur kalimat. O’Grady dan Dobrovolsky (1989:126) menyatakan bahwa sintaksis adalah sistem kaidah dan kategori yang memungkinkan kata-kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat. Gleason (1955:128) menyatakan bahwa sintaksis adalah prinsip-prinsip penyusunan kontruksi yang dibentuk oleh proses derivasi dan infleksi (kata-kata) ke dalam kontruksi yang lebih besar yang bermacam-macam jenisnya. Kridalaksana (1982:154) menyatakan bahwa sintaksis adalah: (1) pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa; (2) subsistem bahasa yang mencakup hal tersebut (sering dianggap bagian dari gramatika; bagian lain adalah morfologi); dan (3) cabang linguistik yang mempelajari hal tersebut. Terakhir, Rusmadji (1993:2) mengatakan bahwa sintaksis adalah subsistem tata bahasa yang mencakup kelas kata dan satuan-satuan yang lebih besar, yaitu frasa, klausa, kalimat, dan hubungan-hubungan di antara satuan-satuan sintaksis tersebut.
Dari batasan-batasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sintaksis adalah telaah tentang frasa, klausa, kalimat, dan hubungan-hubungan di antara satuan-satuan sintaksis itu. Dengan kata lain, sintaksis adalah telaah tentang struktur kalimat

2.    Medan Telaah Sintaksis
Sebelum memasuki pembahasan medan telaah sintaksis perlu diketahui terlebih dahulu kedudukan sintaksis di antara cabang-cabang yang lain. Kedudukan sintaksis adalah di antara morfologi dan analisis wacana. Berdasarkan kedudukan itu, dapat dipahami bahwa bidang kajian, medan telaah, objek selidik sintaksis adalah kata, frasa, klausa, dan kalimat.
Dengan alasan, kata juga dikaji oleh morfologi, dipandang perlu informasi tentang perbedaan antara sintaksis dan morfologi. Perbedaannya, meskipun keduanya sama-sama mempelajari kata, sintaksis berbeda dengan morfologi. Morfologi menyelidiki hubungan antarkata secara paradigmatis. Misalnya, hubungan antara kata mengajar dengan mengajari, mengajarkan, diajar, diajari, diajarkan, dan seterusnya. Adapun sintaksis meneliti hubungan antarkata secara sintagmatis. Misalnya, hubungan kata mengajar dengan kata Edi, bahasa Indonesia, dan kata yang sevalensi sintaktis lainnya.
Morfologi terfokus pada struktur internal kata. Morfologi berurusan dengan struktur gramatikal di dalam kata. Dalam morfologi, yang menjadi satuan terkecil adalah morfem; sedangkan kata menjadi satuan terbesarnya. Sementara itu, dalam sintaksis, kata menjadi satuan terkecil yang membentuk satuan-satuan yang lebih besar. Dalam hal ini, kalimatlah yang dipandang sebagai satuan terbesar sintaksis. Dengan kata lain, eksternal kata, kata-kata saling berhubungan satu dengan lainnya, sehingga membentuk konstruksi tertentu, yaitu frase, klausa, dan kalimat. Berdasarkan kedudukan sintaksis dalam linguistik, medan telaah sintaksis mencakup sebagai berikut.

1.    Alat sintaktis
Adanya frasa, klausa, dan kalimat tidak secara otomatis hadir tanpa adanya sarana yang menunjang terwujudnya satuan-satuan tersebut. Perangkat-perangkat yang menjadi sarana terwujudnya satuan-satuan gramatikal itu oleh para ahli, misalnya Kentjono (1990) dan Suparno (1994), dinamakan alat sintaktis. Dengan kata lain, alat yang berfungsi membentuk satuan sintaktis dan menyatakan makna gramatikal disebut dengan alat sintaktis. Ada empat alat sintaktis, yaitu (1) urutan, (2) bentuk kata, (3) intonasi, dan (4) kata sarana atau kata tugas. Alat-alat sintaktis itu dapat berperan sebagai penentu makna gramatikal, bahkan dapat menentukan apakah konstituen atau rangkaian konstituen itu mengandung makna atau tidak. Di samping itu, alat-alat sintaktis juga dapat berperan sebagai pembentuk variasi kalimat. Berikut ini akan diuraikan keempat alat sintaktis tersebut.


1) Urutan

Contoh adanya urutan yang berbeda dapat diamati dalam kalimat-kalimat berikut ini.
(9) a. Nana membacakan saya sebuah puisi.
b. Saya membacakan Nana sebuah puisi.
c. Membacakan saya sebuah puisi Nana
d. Membacakan Nana sebuah puisi saya
e. Nana membacakan sebuah puisi saya.
f. Saya membacakan sebuah puisi Nana.
g. * Saya membacakan puisi Nana sebuah.
h. * Sebuah Nana membacakan saya puisi.
i. * Sebuah puisi membacakan saya Nana.
j. * Sebuah saya puisi membacakan Nana.

Contoh (9a) sampai dengan (9f) tersebut menunjukkan bahwa urutan tertentu menyebabkan terwujudnya bentuk-bentuk konstruksi tertentu pula. Dari beberapa contoh pengurutan konstituen itu, dapat diketahui tidak terdapatnya satu kalimat pun yang memiliki makna yang sama dengan kalimat lainnya. Informasi yang terkemukakan bisa jadi sama, tetapi makna yang dikandungnya tidak ada yang sama. Sementara itu, contoh (9g) sampai dengan (9j) menunjukkan bahwa urutan yang tidak tepat dapat menyebabkan ketidakgramatikalan sebuah kalimat. Urutan itu juga berlaku bagi konstruksi yang berupa frase. Contohnya konstruksi frase-frase berikut ini: alim-ulama, suka duka, anak cucu, arif bijaksana yang kesemuanya merupakan susunan kata yang tidak bisa dibalik urutannya; misalnya menjadi ulama alim, duka suka, cucu anak, dan bijaksana arif.

2) Intonasi

Intonasi ialah pola perubahan nada yang dihasilkan pembicara pada waktu mengucapkan ujaran atau bagian-bagiannya (Kridalaksana 1993:85). Intonasi dapat berupa tekanan, nada, dan tempo (Chaer 1994: 253). Gejala intonasi atau gejala prosodi mempunyai hubungan yang erat dengan struktur kalimat di samping dengan interrelasi kalimat dalam sebuah wacana (Halim 1984:77). Dengan intonasilah gatra-gatra dalam kalimat dapat berujud, yang implikasinya –sebagaimana urutan kata,-- juga akan menyebabkan sebuah kalimat itu gramatikal ataukah tidak. Intonasi mengarahkan makna tertentu pula pada sebuah kalimat. Hal ini dapat diketahui dengan contoh (10) berikut. (10) a. Edi / mengambilkan / adiknya / air minum. 8
b. * Edi / mengambilkan / adiknya air minum. Dalam pengucapan konstruksi (10) misalnya, agar menjadi sebuah kalimat yang gramatikal, antara pengucapan adiknya dan air minum perlu diberikan jeda yang cukup. Dengan demikian pemenggalannya sebagai seperti (10a), yaitu Edi / mengambilkan / adiknya / air minum. Kenyataannya akan menjadi lain jika antara konstituen adiknya dan air minum tidak diberi jeda, yaitu akan menjadi (10b) Edi / mengambilkan / adiknya air minum.

3) Bentuk Kata

Dilihat dari bentuknya, dalam bahasa Indonesia terdapat kata dasar dan kata turunan. Contoh kata dasar ialah muat. Kata turunannya antara lain dimuat dan memuat. Dalam contoh (11) misalnya, jika kata dimuat diubah menjadi memuat, tentu makna kalimat tersebut menjadi berbeda dengan kalimat asalnya; bahkan kalimat tersebut menjadi tidak bermakna/tidak berterima. (11). a. Beberapa mahasiswa Unnes, artikelnya dimuat di Suara Merdeka. b. * Beberapa mahasiswa Unnes, artikelnya memuat di Suara Merdeka.

4) Kata Sarana atau Kata Tugas

Pada saat ini istilah kata sarana kurang memasyarakat. Biasanya, istilah yang dikemukakan oleh Samsuri (1985:42 dan 74) itu dikenal dengan istilah kata tugas atau partikel. Kata tugas (function word) adalah kata yang terutama menyatakan hubungan gramatikal, yang tidak dapat dibubuhi afiks, dan tidak mengandung makna leksikal, a.l. preposisi, konjungsi, artikula, dan pronomina. Kata tugas dioposisikan dengan kata penuh (content word, fullword, lexical word, national word, open class word), yaitu kata yang mempunyai makna leksikal penuh yang bebas; misalnya rumah, angin, orang, malaikat, dsb. yang berlainan dengan di, yang, para dsb. (Kridalaksana 1993:100). Ciri-ciri kata tugas adalah sebagai berikut: (1) jumlahnya terbatas, (2) keanggotaannya relatif tertutup, (3) biasanya tidak mengalami proses morfologis, (4) biasanya tidak memiliki makna leksikal, tetapi mempunyai makna gramatikal. Pada dasarnya, pemahaman terhadap konsep-konsep sintaksis termasuk di antaranya satuan-satuan gramatikal tidak bisa dilepaskan tidak saja dengan kata sarana melainkan juga dengan kata penuh atau dengan istilah Samsuri (1985:74-75) adalah kata utama. Dalam pembentukan konstruksi terutama konstruksi yang relatif panjang, kata sarana atau kata tugas itu sangatlah berperan. Misalnya dapat dilihat adanya penggunaan kata sarana yang berupa preposisi di dalam contoh (18a). Sebagaimana namanya, kata sarana bertugas membantu kata-kata utama dalam pembentukan kalimat dasar maupun kalimat turunan. Tetapi, kalimat-kalimat (dasar) dapat terdiri hanya atas kata-kata utama (Samsuri 1985:42). Dengan demikian, ada kata sarana yang dapat digunakan sebagai sarana pembentukan kalimat dasar/tunggal, dan ada pula yang dapat digunakan dalam pembentukan kalimat majemuk. 9 10

2.      Satuan-satuan Sintaktis
Mengacu pada ruang lingkup kajian sintaksis, satuan sintaktis dapat ditarik pengertian bahwa satuan sintaktis merupakan satuan yang menjadi sasaran analisis di dalam bidang sintaksis. Berdasarkan tata tingkat gramatikal, ada tiga macam satuan sintaktis, yakni (1) frase, (2) klausa, dan (3) kalimat. Meskipun kata bukan termasuk wilayah analisis sintaksis, pembicaraan satuan-satuan sintaksis tidak bisa lepas dari kata. Menurut Kentjono (1990:1), jika dalam morfologi digunakan morfem sebagai satuan terkecil dan kata sebagai sataun terbesarnya, dalam sistaktis kata menjadi satuan bahasa yang terkecil yang membentuk satua-satuan gramatikal yang lebih besar. Untuk itu, dalam pembicaraan satuan sintaktis tidak bisa dilepaskan, meskipun tidak termasuk dalam satuan sintaktis. Kata Kata merupakan kajian sentral dalam kajian bahasa dan bahkan kata dapat berdiri sendiri sebagai kalimat. Oleh karena itu, kata merupakan hal penting di dalam pembicaraan sintaksis. Menurut Blomfield (1993) dalam bukunya Language, kata dikenal sebagai satuan bebas terkecil (minimum free form). Untuk lebih jelasnya, Kentjono (1990:5-7) menguraikan ciri-ciri kata sebagai berikut.
1) Mempunyai potensi untuk berdiri sendiri sebagai kalimat.
Misalnya: kata berhenti sebagai kalimat larangan.
2) Kata tidak dapat disela, kecuali dengan infiks.
Misalnya: getar menjadi gemetar.
3) Kata dapat berpindah dalam kalimat.
Misalnya: Kemarin saya belajar sintaksis. (pindah) Saya belajar.
4) Kadang-kadang batas kata ditandai secara fonologis mengikuti urutan fonem seperti /mg/, /mt/, /ŋt/, /ŋp/, /pb/, /td/,/kg/,/kŋ/, dan /aə/ dapat dipastikan fonem pertama merupakan bagian satu kata, sedangkan fonem yang kedua merupakan bagian kata berikutnya. Tidak mungkin urutan dua fonem tersebut terdapat dalam satu kata. Meskipun ada pasti disela dengan fonem lain, umunya vokal.
Misalnya: /td/  kata [t]an[d]a, /mt/  kata [m]a[t]ahari Frasa Frase adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih dan tidak melalmpaui batas fungsi. Selain itu, frase disebut juga sebagai kelompok kata yang hanya menempati satu fungsi sintaktis. Kentjono (1990:7-8) menyatakan ciri-ciri frase sebagai berikut.
1) Frase dapat berdiri sendiri sebagai kalimat.
Misalnya: Kapan kamu pergi ke Jakarta? Kemarin sore.
2) Frase dapat disisipi dengan kata lain.
Misalnya: buku baru  buku yang baru buku sintaktis  buku tentang sintaksis
3) Urutan kata dalam frase bersifat kaku, artinya kalau berpisah harus bersama.
Misalnya: Ia menjadi mahasiswa teladan di Unnes. Mahasiswa teladan ditetapkan hari ini.
4) Umumnya frase dapat diperluas.
Misalnya: Makasiswa baru  mahasiswa yang baru
5) Frase mempunyai tanda fonologis berupa tekanan keras pada kata terakhir.
Misalnya: Orang itu makan kaca. Klausa
Klausa merupakan satuan gramatikal yang terdiri atas predikat, baik disertai subjek (S), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket) maupun tidak. Artinya, adanya predikat merupakan ciri utama klausa. Dalam bahasa tulis, klausa ditulis denganmenggunakan huruf kecil dan tanpa menggunakan tanda baca akhir (titik, tanda seru, dan tanda tanya), sedangkan dalam bahasa lisan klausa harus diujarkan dengan menambahi “abstraksi”. Hal ini mengacu pada wujud klausa yang susah dibedakan dengan kalimat jika dilisankan. Tanpa ada kata abstraksi tentunya klausa tersebut sudah menjadi kalimat, karena sataun gramatikal tersebut memiliki intonasi final. Untuk memberikan gambaran klausa lebih detail, Kentjono (1990:8-9) menjelaskan ciri-ciri klauasa sebagai berikut.
1) Klausa umumnya merupakan konstituen (unsur pembentuk) kalimat.
Misalnya: saya makan  Saya makan.
2) Dalam klausa hanya terdapat satu predikat. Jika ada dua predikat maka terdapat dua klausa.
Misalnya: saya benci dan rindu
3) Klausa dapat menjadi kalimat jika dikenakan intonasi (lagu kalimat) final.
Misalnya: saya tampan  Saya tampan.
4) Klausa dapat menjadi bagian dari sebuah kalimat.
Misalnya: Saya melihat dia gembira.
5) Klausa dapat diperluas dengan keterangan waktu, cara, dan lain-lain.
Misalnya: saya marah kemarin Kalimat Kalimat adalah satuan gramatikal baik lisan maupun tulis yang menyatakan pengertian yang utuh dan ditandai dengan intonasi final dari segi lisan; diawali dengan kesenyapan ditengahi jeda dan diakhiri dengan kesenyapan (keheningan). Dari segi tulis, kalimat diawali dengan huruf kapital ditengahi dengan koma, titik koma, tanda-tanda penghubung, dan diakhiri tanda tanya, tanda seru, dan titik. Kenjtono (1990:9-10) menjelaskan ciri-ciri kalimat sebagai berikut.
1) Unsur-unsur inti kalimat adalah kontituen dasar dan intonasi final; konstituen dasar bisa berasal dari kata, frase, dan klausa.
2) Kata, frase, dan klausa dapat menjadi konstituen dasar kalimat.
Misalnya: Siapa yang tersenyum itu? Saya. (kalimat)
3) Kalimat merupakan satuan gramatikal yang bebas; kebebasan kalimat ditandai dengan dengan intonasi final.
Misalnya: Pemuda itu buaya darat.
4) Kalimat dapat diperluas dengan menambahkan klausa dengan sifat subordinatif dan parataktis.
Misalnya: Ia putra bangsawan, aku







BAB III
PENUTUP
3.    1 Simpulan

Dari pemaparan materi di atas maka dapat disimpulan sebagai berikut :
3.1.1  Sintaksis adalah telaah tentang frasa, klausa, kalimat, dan hubungan-hubungan di antara satuan-satuan sintaksis itu. Dengan kata lain, sintaksis adalah telaah tentang struktur kalimat

3.2.2   Berdasarkan kedudukan sintaksis dalam linguistik, medan telaah sintaksis mencakup: alat sintaksis, satuan-satuan sintaksis, penyusunan satuan sintaksis, unsur-unsur yang membangun sintaksis, dan makna unsur pembangun satuan sintaksis.

3.2 Saran

3.2.1 Definisi sintaksis banyak dikemukakan oleh para linguis, kita sebagai orang bahasa hendaknya dapat menarik simpulan dari semua definisi tersebut.
3.2.2 Sebagai orang bahasa sebaiknya kita memahami medan telaah sintaksis.
















DAFTAR PUSTAKA

Muis Ba’dulu, Abdul. 2005.Morfosintaksis.Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia Penedekatan Proses. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata bahasa baku bahasa indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Muttaqin, Iqbal. 2012. Pedoman EYD Dan Dasar Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Diva Press
Pranowo. 1996. Analisis Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: University Press
Kentjono, Djoko. 1990. Dasar-dasar linguistik umum. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia
Kridalaksana, Harimurti.1986. Perwujudan Fungsi Dalam Struktur Bahasa. Linguistik Indonesia th. 4 no. 7
Ramlan M, Prof. Drs. 1996. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: cv. Karyono
Soeparno. 2002. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana



Back To Top