Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

SURAT BUAT SAHABAT #2 (Paham Komunitas, Tidak Komunisme)

SURAT BUAT SAHABAT #2 (Paham Komunitas, Tidak Komunisme)


Sahabatku, sudah setahun lewat surat terakhirku padamu. Banyak hal yang ingin kubagi.. Menumpuk setahun. Surat keduaku ini harusnya sudah terkirim sebulan lalu bertepatan dengan ultah perdana buletin komunitas desa kita tercinta, Sekar Kampoeng (SK). Namun.. entah kemalasan atau kesibukan yang menundanya.

Tapi akhirnya aku harus bersyukur.. dengan tertundanya surat ini ada hikmah lain, karena sebulan terakhir ini ada hal-hal menarik yang tak layak dilewatkan. Berikut ini kukisahkan untukmu.

Nalar Jurnalistik

Sejak sarasehan kepemudaan 3 Juli tahun lalu, aku semakin banyak mempelajari dan menggali keadaan desa kita. Semuanya menjadi istimewa bagiku: orang-orangnya, jalan-jalannya, rumah-rumahnya, hutannya, pekarangan, pepohonan, sawah, ladang, sungai-sungai, dll. Ada kemungkinan ini karena menguatnya nalar jurnalistik dan paham komunitasku, di samping karena cintaku pada kampung halamanku..


Andaikan kamu melihat sebagaimana aku melihat.. mendengar sebagaimana aku mendengar.. merasakan sebagaimana yang kurasakan.. maka keindahan dan keistimewaan alam sekitar kita akan nampak nyata. Semakin kuat terasa, menohok sanubari dan jiwa. Itulah di saat kita mampu melihat dan mendengarkannya dengan penglihatan serta pendengaran jurnalistik yang diserati cinta.. Juga ketika kita mampu merasakannya dengan perasaan jurnalistik yang penuh telisik. Segala yang serba biasa nampak menjadi luar biasa dan istimewa.

Hemmm.. kamu mungkin tidak setuju dengan kata-kataku ini. Tak mengapa. Tapi ketahuilah.. kata-kataku ini bukan sekedar lamunan kosong.. Kata-kata itu berdasar optimisme yang tinggi, dengan sepenuh harapan adanya perubahan cara memandang kehidupan: kehidupan yang membentangkan samudra keindahan dan keistimewaan.

Ya.. itu semua mungkin gara-gara aku menekuni bidang jurnalistik ini di CommuUniv (orang Amerika bilang begitu, singkatan dari Community University), Universitas Komunitas Sekar Kampoeng dan Sekar Gandrung. Aku memang menganggap dua komunitas ini sebagai CommuUniv-ku. Hehe.. ketika aku bilang demikian, pasti yang mendengarnya menganggapku sinting. Tapi aku tidak basa-basi. "I mean it", aku sungguh-sungguh mengatakannya dengan sadar dan dengan sepenuh maknanya.

Aku merasa nalar jurnalistik itulah yang kini menggelorakan semangatku. Dan aku senang karenanya.. terlebih setelah mendengarkan suara-suara yang berkembang di masyarakat. Banyak yang mendapat manfaat dengan membaca Sekar Kampoeng. Seorang sahabat baikku bilang bahwa ibunya selalu membaca rubrik agama dan banyak mendapat pelajaran. Dan.. hehe.. ternyata ibuku sendiri juga pembaca setia rubrik agama. Eh.. tahu gak kamu.. aku belum pernah melihat ibuku membaca koran.. kecuali "koran" Sekar Kampoeng.. haha. Bersyukur aku.

Ada lagi yang lain.. senang karena bisa mengetahui perkembangan desanya dengan lebih detil. Dana-dana yang beredar di pemerintah desa, dana-dana pembangunan infrastruktur desa, dll. Aku jadi teringat ucapan seorang sahabat istimewaku Pak Bahruddin (pengelola Komunitas Belajar Qaryah Thoyibah Kalibening Salatiga), bahwa kehadiran buletin komunitas seperti SK ini menjadi penting karena perannya yang sangat strategis sebagai media kontrol pemerintah desa.

Ya, tentu saya sepakat.. dan itu menjadi salah satu misi utama SK, selain membangun keberdayaan komunitas dengan menguatkan kesadaran yang positif melalui penerbitan sebuah media. Dan ini menjadi garis perjuangan.***

Sahabatku, rasanya setahun terakhir ini banyak ide cemerlang turun seperti ilham. Terlintas tiba-tiba. Dan walaupun tanpa kucatat, biasanya aku segera berbagi dengan teman-temanku.. khususnya tim SK. Salah satunya adalah yang turun pada Maret lalu. Idenya adalah mengajak kerjasama UPK Kembang. Sebenarnya yang terlintas mula-mula adalah mengajak PKK Kecamatan. Ketika mendapat kesempatan chat dg Pak Ony di FB (20 Maret 2012), kuutarakan gagasan tsb. Beliau menanggapi baik, seraya mengusulkan agar aku mencoba kontak dengan Mas Suryo ketua UPK. Dan benar, setelah kutemui Mas Suryo dan beberapa teman UPK mereka senang dengan penawaranku: SK menyediakan 1 halaman untuk publikasi PNPM-MP, menyediakan 60 buletin untuk dibagi ke 11 desa se-kecamatan Kembang, dan sebagai imbalannya UPK memberi dana 100 ribu per bulan. UPK teken kontrak 6 bulan kerjasama dengan SK terhitung sejak April lalu.

Hehe.. aku agak payah and lugu banget soal dana yang pantas untuk kerjasama seperti ini. Beberapa temanku menertawai penawaranku yang super murah itu. Menurut mereka, semestinya aku bisa minta dua kali lipat dari itu.

Yaah.. akhirnya kami harus menyerah, karena kesepakatan sudah bulat. Maka sejak April (edisi IX) itulah SK beredar di 11 desa se-Kembang, di samping beredar ke beberapa desa lainnya di luar kecamatan Kembang. Meluasnya distribusi SK membuat kami kian percaya diri.. dan memberanikan diri untuk menaikkan tarif sponsor. 10 ribu menjadi 20 ribu. Alhamdulillah sebagian besar memaklumi.

Tentang buletin komunitas ini sendiri pada perkembangannya sekarang ini diwacanakan sebagai sebuah model “gerakan”.  Jadi SK sendiri memang tidak diniatkan menjadi buletin yang akan terus membesar tanpa fokus pada satu desa. Andaikan ada teman di desa lain yang tertarik bikin buletin seperti SK, maka justru itu yang diharapkan. Jika aku diminta bantuannya dan bisa, akan saya bantu. Dan selanjutnya kita kerjasama berjejaring untuk saling mendukung. Dan alhamdulillah sampai saat ini dalam jejaring kita sudah dua desa lain yang menerbitkan buletin komunitasnya: Gendhing Desa di desa Kepuk Bangsri, dan Karangrandu Banget di Karangrandu Pecangaan. Dan ada beberapa desa lain hendak menyusul.

Sahabatku, ada ide lain yang tak kalah menariknya. Pertengahan April kutemui lagi Pak Ony. Tapi kali ini langsung bertemu muka di kantor beliau. Kusampaikan gagasan untuk mengadakan sebuah sarasehan tentang pasar tradisional. Ini untuk mendukung rencana SK yang akan meliput pasar Kembang menjadi berita utama bulan Mei. Eee.. tak tahunya.. Didin dengan Sekar Gandrungnya sedang mempersiapkan tema yang sama, pasar Kembang. Padahal aku belum pernah mengemukakan pada Didin sebelumnya soal rencana liputan SK tentang pasar. Agaknya, inilah bukti adanya "chemistry" antara kami (saya, Didin, dan teman-teman aktifis komunitas lainnya). Hehe.. jadi ingat, dalam suratku tahun lalu aku juga menyinggung soal "chemistry" ini.

Tahap berikutnya SK dan Sekar Gandrung kerjasama menggarap even Gandrung Kampung #2. Even ini memakan waktu 4 hari, diawali dengan Talkshow Cinta Pasar Tradisional, disambung parade band, pentas anak, dan diakhiri penampilan grup band Gestapu dari Yogyakarta. Dari Talkshow itulah muncul Tim Pengembangan Pasar Tradisional yang pada beberapa pekan berikutnya bermetamorfosis menjadi Pengurus Pasar Tradisional Sarkem berdasar surat keputusan Petinggi. Mestinya Sarkem mulai efektif pada awal Ramadhan 1433 H ini. Tapi karena ada sedikit kendala terpaksa diundur. Yang jelas tidak akan berhenti. Bahkan pengurusnya sudah sepakat untuk ngantor dalam satu bangunan dengan Sanggar Bersama Pemuda Jinggotan.

Haha.. ada juga yang benar-benar diluar dugaan kami. Serba kebetulan. Seperti gagasan tentang Sanggar ini. Rasanya seperti mendapat durian jatuh. Kan kami sudah diberi satu ruang sebagai sekretariat bersama pemuda di sebelah Pos Paud Adinda. Tapi bersamaan kami mendiskusikan perkembangan Sarkem, para bapak yang terlibat dalam kepengurusan Sarkem mengusulkan (setengah menuntut) ke petinggi agar bangunan bekas kantor polisi itu diberikan pada pemuda sekaligus menjadi kantor pengurus Sarkem. Karena bangunan itu lagi kosong dan kurang terawat, membuat Petinggi tidak bisa menolak permintaan tersebut. Lalu oleh teman-teman pemuda, diresmikan menjadi Sanggar Bersama Pemuda Jinggotan.

Sahabatku, sebenarnya banyak ide-ide bagus yang manarik diceritakan.. tapi ini tentu tak akan kuceritakan ke kamu sebelum menjadi kenyataan.



Paham Komunitas... Tidak Komunisme

Sahabatku, beberapa teman bertanya padaku.. apa sih yang aku cari, kok mau-maunya membuang-buang energi, waktu, dan pikiran untuk hal-hal seperti itu? Dapat apa aku?

Jawabanku begini: hidup itu untuk berbagi, setelah kita memenuhi kewajiban-kewajiban. Apalagi yang kita pikirkan jika tidak berbagi dengan komunitas. Kalau punya ilmu ya berbagi ilmu, waktu dan pikiran.. ya itu kita bagikan, dll.

Bukankah kekayaan sejati kita adalah segala sesuatu yang telah kita bagikan ke orang lain dengan tulus? Orang yang kaya sebenarnya adalah orang yang terus berbagi kendati secara materi dia pas-pasan? Dan sebaliknya, yang sebenarnya miskin adalah yang selalu menumpuk materi tanpa berbagi ke lingkungan?

Demikianlah, sahabat.. sebuah paham yang aku peluk, yang kusebut Paham Komunitas. Sebuah paham yang kuyakini bersumber dari Tuhan dan kitab suci-NYA, serta ajaran para nabi-NYA. Sehingga sikap-sikap individualis, serakah, dan cuek terhadap lingkungan menjadi obyek perlawanan. Paham komunitas seperti inilah yang mencerahkan semangat hidupku.***



Back To Top