Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Mengenang Sekolah Rakjat Negeri Kembang

Mengenang Sekolah Rakjat Negeri Kembang

Ditulis oleh Muh Sobarun al. M. Arif Hidayat
(Alumni SDN 01 Kembang tahun ajaran 1984-1985)


Jika bertanya pada anak remaja sekarang, mana sekolah yang pertama kali di wilayah kecamatan Kembang? Kemungkinan besar mereka tidak tahu jawabnya. Sebab sejak masa kecil mereka, di Kembang sudah banyak sekali sekolah-sekolah tingkat dasar.

Tapi tanyalah pada bapak-bapak, ibu-ibu,  atau mbah-mbah sekitar kita, semuanya pasti sepakat bahwa sekolah yang pertama kali ada di kecamatan Kembang adalah Sekolah Rakjat Negeri (SRN) yang kini menjadi Sekolah Dasar Negeri 01 Kembang.



Sekolah Rakjat Negeri tsb, menurut Nuryadi Kepala SDN 01 Kembang, telah berdiri sejak tahun 1914. Hanya saja yang terdata dalam buku induk, mulai nomer 1, baru mulai tahun 1945. Tepatnya 10 April 1945.
Murid dengan nomer urut 1 bahkan seorang putri (roro, bhs Jawa, dengan arti putri) yang bernama Yatni putrinya seorang carik desa Dermolo. Roro disingkat dengan dua huruf r (kecil). Terkadang juga pakai satu huruf. Sehingga dalam buku induk, dan ijazah, rr. atau r. disertakan di depan nama. Seperti rr. Yatni, r. Sami, dll. Adapun anak laki-laki maka tidak disertai huruf apapun di depannya.



SD Kembang adalah penerus Sekolah Rakjat Negeri 6 Tahun
Kembang. Belum diketahui kapan tepatnya perubahannya
menjadi SD. Dalam gambar ada Petinggi Sudiro, Pak Nardi
(almarhum), dll.

Pada tahun itu, warga Kembang sendiri yang terdata sebagai siswa di sekolah tersebut dan hingga kini masih hidup  adalah Mbah Sarpin (dengan nomer induk 6), dan Mbah Jono (Sudjana dengan nomor induk 7). Ada banyak yang lain, tapi sudah pada meninggal. Seperti Saban bin Mitosemi (nomer induk 4), Radiyo bin Pardi (nomer induk 8), Sunardi bin Sastra Surat (nomer induk 10), dll.






Hormat ke Tokyo

Bagi kita kini tentu sangat aneh dan tak mungkin, masak siswa menyanyikan lagu kebangsaan Jepang setiap upacara. Tapi ini masa sebelum Indonesia merdeka. Jepang masih berkuasa. Lagu kebangsaan Indonesia Raya baru akan dikumandangkan 4 bulan kemudian.

Mbah Sujono 79 tahun (tertulis di buku
induk SRN Kembang Sudjana), warga
RT 04 RW 02 Kembang Jinggotan.
Sebagaimana kisah Mbah Jono, setiap kali upacara para siswa diajari untuk hormat ke arah Tokyo, dengan gerakan seperti orang rukuk (dalam shalat). Hanya saja rukuknya ke arah Tokyo (timur laut). Setelah itu berdiri tegak kembali lalu mengumandangkan lagu kebangsaan Jepang yang berjudul Kimigayo. Ini lirik lengkapnya: Kimigayo wa chiyo ni yachiyo ni sazare-ishi no iwao to narite Koke no musu made. Terjemah Indonesianya sbb: Semoga kekuasaan Yang Mulia berlanjut selama seribu, delapan ribu generasi, sampai kerikil berubah menjadi batu karang, hingga diselimuti lumut.

Pendek sekali. Dan memang Kimigayo merupakan lagu kebangsaan terpendek di dunia.



SDN 01 Kembang masa kini. Foto ini diambil pada Selasa
Wage 28 Agustus 2012 12:43.
Berangkat dengan obor

SRN Kembang ketika itu hingga beberapa dekade berikutnya masih satu-satunya sekolah bagi orang Kembang dan sekitarnya. Orang Kancilan, Balong, Dermolo, Pendem, Dudakawu, Cepogo,  Bucu, dll kalau mau menyekolahkan anaknya maka harus ke Kembang. “Aku nduwe konco cah Dudakawu, nek mangkat pajar nganggo obor. Nek mulih ko Kembang jam 12 awan tekan omahe bar asar,” kisah Mbah Jono.

Semuanya serba sederhana. Pakaian yang dipakai para siswa umumnya terbuat dari karung goni. Sebagian ada yang dari akar-akaran yang dilembutkan.

Gedung sekolahnya hanya terdiri dua ruang, sementara jumlahnya siswanya melebihi kapasitas. Dalam rentang  5 tahun, 1945-1950 ada 360 siswa yang terdaftar. Pada tahun 1945 yang terdaftar ada  36 siswa, tahun 1946 ada 202 siswa, 1947 ada 41 siswa, 1948 ada 47 siswa, 1949 ada 6 siswa, dan 1950 ada 28 siswa.

Ijazah Mbah Sami (tertulis r. Sami, di mana huruf r merupakan kependekan dari roro yang berarti putri) warga RT 04 RW 02 Kembang Jinggotan. Beliau tamat dari SRN pada tahun ajaran 1961-1962, dan tercatat di buku induk nomer 794.
Jumlah 360 tersebut tentu tidak terus utuh hingga 1950, sebab ada yang keluar (baik karena malas atau karena tamat belajar). Sebagian bisa jadi tamat belajar walaupun belum genap 6 tahun, sebab mereka tidak semuanya terdaftar sejak kelas satu. Ada yang terdaftar mulai kelas 2, 3, 4, bahkan 5. Seperti Mbah Sarpin bin Tulus dan Mbah Jono bin Karjo yang terdaftar pada 10 April 1945 sebagai siswa kelas empat. Saat itu keduanya berusia 12 tahun.

Namun begitu, jumlah 360 siswa yang terdaftar dalam rentang 5 tahun cukup menunjukkan bahwa SRN Kembang tidak cukup untuk menampung semua siswa. Sehingga proses pembelajaran tidak terpusat di dua ruang itu saja, namun tersebar di beberapa titik di rumah-rumah warga. Seperti yang dituturkan Mbah Jono, dulu dia juga belajar di sebuah rumah yang kini menjadi lokasi rumahnya Pak Yadi belakang pasar Kembang. Keadaan seperti ini terus berlanjut hingga beberapa dekade berikutnya.***


Bapak - ibu guru SDN 01 Kembang
SDN 01 Kembang masa kini

Setelah hampir 7 dekade (sejak 1945) dan SRN Kembang berubah menjadi SDN 01 Kembang dengan NPSN (Nomor Pokok Sekolah Nasional) 20319019, pendataan nomor induk siswanya tidak mengulang tapi melanjutkan yang sudah ada (sejak 10 April 1945). Dan pada tahun ajaran 2012-2013 sekarang ini nomer induknya mencapai 2280.

Dengan 13 guru dan 108 siswa SDN 01 Kembang meneruskan kiprahnya di dunia pendidikan formal. Sekolah yang berdiri di atas lahan Perhutani seluas 2366 M persegi ini kini memiliki 1 ruang e-learning dan terus mengukir prestasi. Di tahun 2012 ini menyabet juara 1 di tiga kejuaraan: olimpiade MIPA tingkat kecamatan, Siswa Berprestasi tingkat kecamatan, dan lomba MAPSI cabang rebana tingkat Kabupaten.***



Back To Top