Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Bukit Gunung Wurung

Bukit Gunung Wurung

H. Achmadi, SPd.


Bukit kecil yang kelihatan angker itu dinamakan orang bukit Gunung Wurung. Entah kenapa disebut orang di sekitarnya "Gunung Wurung" yang artinya gunung yang gagal. Mungkin bukit itu oleh dewa-dewa akan dijadikan sebuah gunung. Tapi karena sesuatu alangan sehingga gagal pembuatannya.

Sudahlah tentang asal-usul bukit itu kakak penulis belum sempat mengutarakannya. Mungkin di lain kesempatan akan kakak ceritakan, karena dibalik keangkeran bukit itu pernah terjadi peristiwa mengharukan yang ingin kakak ceritakan terlebih dahulu. Ceritanya begini:

Waktu itu cuaca mendung gelap gulita. Hujan mulai turun rintik-rintik. Halilintar  menggelegar sambung-menyambung seolah hendak membelah bumi. Suasana yang sudah demikian mengerikan, masih ditambah oleh suara anjing liar yang berebut mangsa. Angin sayup-sayup sampai hingga menimbulkan perasaan mencekam.

Bukit Gunung Wurung yang terkenal angker, di saat yang demikian itu pasti adik-adik bisa membayangkan. Betapa..... Tapi jangan dikira tidak ada orang yang berani ke sana. Di balik semak-belukar, duduklah dua orang penjahat yang sedang berteduh di bawah pohon beringin besar, sambil menanti redanya hujan. Mungkin sebentar lagi akan menjalankan operasinya ke kampung yaitu mencuri.

Kampung yang berdekatan dengan bukit Gunung Wurung ialah kampung Barak Kenthul, yang hanya terdiri kira-kira limabelas buah rumah. Yang berada di sebelah pojok paling utara adalah tempat Karim dan Fatimah tinggal. Mereka adalah dua orang kakak-beradik yang serba sulit penghidupannya. Setiap hari Karim mengambil kayu bakar dan Fatimah mengambil daun untuk dijual ke pasar. Hasil penjualan itu mereka makan secukupnya. Begitulah penghidupan mereka sehari-hari.

Ibunya sudah meninggal. Sedangkan ayahnya gugur di medan laga ketika pecah perang melawan Belanda. Menurut cerita sahabat karib mendiang ayahnya, Karim tahu bahwa ayahnya dimakamkan di tempat terjadinya pertempuran. Dan di situ pula beliau gugur sebagai bunga bangsa. Tidak lain tempat itu ialah bungkit angker Gunung Wurung.

Konon ayah Karim dikubur bersama dengan sesuatu benda yang sangat keramat dan tak ternilai harganya. Benda keramat yang tak ternilai harganya itu dikubur bersamanya, atas wasiat atau permintaannya sendiri ketika menjelang ajalnya. Tidak ayallah sebab ayah Karim terkenal sangat diseagani oleh warga kampung Barak Kenthul saat masih hidup.

Ketika sedang asyik melamun tentang kematian dan makam ayahnya, Karim dikejutkan oleh derit pintu rumahnya. Agaknya Fatimah baru pulang dari surau untuk mengaji Al-Qur'an. Dan ketika itu pulalah Karim mengutarakan kepada adiknya serangkaian pendapatnya yang erat hubungannya dengan makam ayahnya. Karim ingin menggali benda berharga itu.

"Dan setelah benda itu berada di tangan kita, kita bisa menjualnya dengan harga yang tinggi. Dan kita akan hidup kaya yang tidak selalu menderita seperti ini," kata Karim sambil tersenyum bangga.

Namun bagaimana dengan Fatimah? Adiknya melarang dengan keras, tidak setuju dengan pendapat abangnya.

"Makam dan wasiat orang tua kita harus kita hargai, bang," sahut Fatimah dengan ketus. "Tidak benar jika makam ayah engkau porak-porandakan hanya karena menuruti hawa nasfsu ingin kaya saja!"

"Tapi......... sadarilah bahwa semua orang di kampung ini tahu kalau ayah dimakamkan bersama benda berharga itu. Dan mungkin juga benda itu sudah digali orang untuk dijual. Kalau memang sudah digali orang, apakah yang akan bisa kita perbuat? Kita akan tetap miskin dan menderita selamanya.

Mendengar bentakan dan marah abangnya, Fatimah tidak bisa berbicara lebih lama, ia hanya menangis karena takut. Sedangkan Karim mulai melaksanakan rencananya. Diambil sebuh sekop untuk penggali dan lampu ting untuk penerang. Dan berangkatlah ia menuju bukit Gunung Wurung.

Setiba di bukit Gunung Wurung tak ada yang terlintas dalam hatinya kecuali harta berharga yang harus diperolehnya.

Baru beberapa saat ia menggali kubur itu, terdengar adiknya menyusul ke situ sambil menjerit keras melarangnya menggali kubur. "Bang, kali ini percayalah padaku, bahwa benda berharga yang kau gali itu tidak akan membawa bahagia padamu. Bahkan mencelakakan dirimu. Urungkanlah niatmu."

Mendengar semua itu makan mendidihlah hatinya Karim. Sehingga terjadilah perdebatan yang cukup sengit. Tapi bagaimanapun juga Fatimah adalah seorang wanita yang lemah, akhirnya Fatimah tidak dapat dipaksa oleh Karim untuk pulang. Dan iapun melanjutkan pekerjaannya.

Di balik semua itu Karim tidak menyadari bahwa semua gerak-gerik dan pembicaraannya ketika bertengkar selalu diikuti oleh dua pasang mata penjahat yang bersembunyi di balik belukar. Jadi semua rahasia tentang harta itu diketahui dengan jelas oleh penjahat itu.

Kesempatan yang tak terduga-duga itu tidak disia-siakan oleh kedua penjahat. Sambil tertawa terbahak-bahak keduanya keluar dari persembunyian. Karim terkejut dan takut sehingga tidak bisa beranjak dari tempatnya.

Selanjutnya penjahat memaksa kepada Karim untuk menyerahkan saja semua harta terpendam itu. Dalam hati Karim sangat tidak rela menyerahkannya, tetapi apa daya. Dalam keadaan demikian tidak ada jawaban lain kecuali "ya".
Toh demikian Karim masih menghiba dengan kata-kata yang gemetar untuk meminta walaupun hanya dapat sebagian saja.

Akhirnya penjahat-penjahat itupun menyetujuinya. Tak lama pembongkaran kubur itu hampir selesai, tetapi yang mereka harapkan belum juga keliahtan. Dalam keadaan harap-harap cemas itu timbullah hati busuk Karim yang ingin menguasai harta itu seorang diri. Dia pun mencari dengan tergesa benda yang diidamkannya.

Terasa tergetar hati Karim setelah tangannya meraba sebuah peti besi yang tak begitu besar. Kemudian peti itu dibawa sambil melompat ke atas. Dengan perasaan tidak sabar dibukalah peti itu. Tangannya langsung meraba isinya. Diyakinkannya apa yang ada di dalamnya. Ia terkejut dan gemetar seolah-olah ia tidak percaya apa yang sedang dilihatnya. Sekali lagi dirabanya dan dirabanya.

Setelah yakin benar apa yang ia saksikan, dia terjatuh di tanah terkulai lemas. Karena apa yang berada dalam peti itu, memang benar-benar benda keramat yang tak ternilai harganya, yaitu sehelai "Bendera Merah Putih".



Back To Top