Tanya:
Saya mendesak pada suami untuk menjual rumah kami yang sedang kami kontrakkan untuk melaksanakan ibadah haji. Tapi suami saya ragu karena jika itu dijual, kami tidak punya sesuatu untuk anak kami. Saya yakin pasti Allah akan memberi rizki lain untuk anak kami dan saya tidak khawatir menjadi tidak punya apa-apa karena Allah pasti akan menggantinya. Kami berdua bekerja. Tolong diberikan solusinya.. apa salah niat saya menunaikan ibadah haji dengan menjual satu-satunya milik kami?
Rini Isroni
Jawab:
Haji hanya wajib bagi mereka yang mampu. Sebagaimana dalam sebuah ayat yang artinya: "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah". (Ali ‘Imran: 97)
Mampu artinya memiliki harta yang melebihi untuk kehidupan yang layak. Anjuran Islam pertama kali adalah agar umatnya hidup dalam keadaan layak. Setelah ini terpenuhi, baru mereka berkewajiban haji. Kata Nabi Muhammad, seorang mukmin yang kuat lebih disenangi oleh Allah ketimbang mukmin yang lemah.
Banyak muslim Indonesia yang menjual tanahnya, atau hewan ternaknya demi berangkat haji, sementara kehidupannya sendiri belum bisa dikatakan layak. Banyak mereka yang sebetulnya masih membutuhkan biaya untuk pendidikan anaknya. Hal-hal demikian ini tidak dibenarkan. Karena itu, jika Ibu dan keluarga membutuhkan rumah itu untuk biaya pendidikan putra/i Ibu, maka rumah itu jangan dijual. Haji yang mabrur selalu dimulai dari cara yang benar. Menjual rumah yang dibutuhkan untuk kehidupan yang layak, termasuk biaya untuk anak-anak, adalah cara yang tidak benar.
Untuk mendekatkan diri kepada Allah masih banyak jalannya. Memang haji adalah diantara jalan yang mulia, tapi ia tidak bisa ditempuh dengan cara yang tidak benar. Sungguh mulia niat Ibu. Saya percaya Allah akan membalas niat Ibu seperti mereka yang telah melaksanakan ibadah haji. Kata Nabi Muhammad, barang siapa berniat melakukan amal baik, dan ia belum bisa mengerjakannya maka Allah memberikan pahala padanya senilai perbuatan baik yang diniatkannya. Demikian, semoga membantu.
Abdul Ghofur Maimoen (Dewan Asaatidz PV)
Saya mendesak pada suami untuk menjual rumah kami yang sedang kami kontrakkan untuk melaksanakan ibadah haji. Tapi suami saya ragu karena jika itu dijual, kami tidak punya sesuatu untuk anak kami. Saya yakin pasti Allah akan memberi rizki lain untuk anak kami dan saya tidak khawatir menjadi tidak punya apa-apa karena Allah pasti akan menggantinya. Kami berdua bekerja. Tolong diberikan solusinya.. apa salah niat saya menunaikan ibadah haji dengan menjual satu-satunya milik kami?
Rini Isroni
Jawab:
Haji hanya wajib bagi mereka yang mampu. Sebagaimana dalam sebuah ayat yang artinya: "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah". (Ali ‘Imran: 97)
Mampu artinya memiliki harta yang melebihi untuk kehidupan yang layak. Anjuran Islam pertama kali adalah agar umatnya hidup dalam keadaan layak. Setelah ini terpenuhi, baru mereka berkewajiban haji. Kata Nabi Muhammad, seorang mukmin yang kuat lebih disenangi oleh Allah ketimbang mukmin yang lemah.
Banyak muslim Indonesia yang menjual tanahnya, atau hewan ternaknya demi berangkat haji, sementara kehidupannya sendiri belum bisa dikatakan layak. Banyak mereka yang sebetulnya masih membutuhkan biaya untuk pendidikan anaknya. Hal-hal demikian ini tidak dibenarkan. Karena itu, jika Ibu dan keluarga membutuhkan rumah itu untuk biaya pendidikan putra/i Ibu, maka rumah itu jangan dijual. Haji yang mabrur selalu dimulai dari cara yang benar. Menjual rumah yang dibutuhkan untuk kehidupan yang layak, termasuk biaya untuk anak-anak, adalah cara yang tidak benar.
Untuk mendekatkan diri kepada Allah masih banyak jalannya. Memang haji adalah diantara jalan yang mulia, tapi ia tidak bisa ditempuh dengan cara yang tidak benar. Sungguh mulia niat Ibu. Saya percaya Allah akan membalas niat Ibu seperti mereka yang telah melaksanakan ibadah haji. Kata Nabi Muhammad, barang siapa berniat melakukan amal baik, dan ia belum bisa mengerjakannya maka Allah memberikan pahala padanya senilai perbuatan baik yang diniatkannya. Demikian, semoga membantu.
Abdul Ghofur Maimoen (Dewan Asaatidz PV)