Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Sekolah Tidak Sekolah. Sebuah Tempat Di Mana Komunitas Tidak Sekolah Mengelola Proses Pembelajaran

Sekolah Tidak Sekolah. Sebuah Tempat Di Mana Komunitas Tidak Sekolah Mengelola Proses Pembelajaran

Terjemahan artikel Lisa Michelle Nielsen (Direktur bagian teknologi dan inovasi pendidikan di Departemen Pendidikan New York City) yang berjudul School is Not School. A Place Where The Community, Not The School, Provides Learning.



Saya baru-baru ini memposkan “Tiga Ide Radikal untuk Mengubah Pendidikan Tanpa Sekolah”. Di dalamnya, saya menyertakan artikel Linda Dobson, “Ketika Pintu Sekolah Tertutup: Sebuah Mimpi Malam Pertengahan Musim Panas” di mana ia menguraikan transformasi yang akan terjadi jika sekolah tidak ada lagi dan sebagai gantinya kami terlibat dalam komunitas yang berpusat pada siswa. Alih-alih wajib belajar, fasilitas berbasis usia, dengan Komunitas Belajar orang bisa memilih untuk menghadiri dan belajar mengenai sebuah topik secara mendalam sesuai minat dan ketertarikan mereka. Akan ada banyak pilihan yang tersedia bagi individu dari segala usia. Masyarakat mengambil kepemilikan dan tanggung jawab dari pembelajaran dan kesejahteraan orang lain. Seperti teman saya Jeff Pulver baru-baru ini mengatakan, "Satu-satunya perbedaan antara mimpi dan kenyataan adalah membuatnya menjadi kenyataan." 

Ada sebuah komunitas yang telah melakukan model pembelajaran seperti itu. Aku belajar tentang komunitas seperti ini dari Arif Hidayat. Meskipun kami tidak seusia, tinggal di bumi yang saling berseberangan, dan tidak berbahasa yang sama, kami terhubung berkat hasrat kami untuk memberikan anak-anak kesempatan belajar yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka. Melalui keajaiban Google Translate kami terlibat dalam dialog yang berkelanjutan di mana ia telah berbagi cerita tentang dua Komunitas Belajar di Indonesia.


Komunitas Belajar Qaryah Thayibah (KBQT) di Salatiga dan Komunitas Belajar Sekar Gandrung (KBSG) di Jepara telah dirancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas, dengan kualitas dan llingkungan pembelajaran yang terjangkau. Komunitas Belajar tidak membutuhkan dana besar karena tidak ada guru bergaji dan tidak ada biaya besar untuk pengadaan fasilitas. Ia tidak terikat pada sebuah bangunan atau tempat, melainkan terkait dengan masyarakat, sumber daya, dan orang-orang yang ambil bagian di komunitas itu. Alih-alih sebuah fasilitas belajar, sumber daya yang terdapat di komunitas justru digunakan seperti masjid, ladang, rumah, lapangan, dll, yang telah menjadi milik komunitas dan warga. Komunitas Belajar seperti ini berpilar pada solidaritas (saling membantu), demokrasi, dan kemandirian.

Pada KBQT dan KBSG terdapat kelompok-kelompok studi yang diadakan di rumah-rumah warga dan property-properti milik warga. Mereka yang memiliki pengetahuan dapat berbagi dengan peserta didik yang berminat. Ada kelompok teater, seni lukis, dan musik. Semua berjalan dalam kolaborasi, sinergi, dan demokratis. Ada dari mereka yang memiliki sarana untuk dipinjamkan, memiliki tempat untuk ditempati, memiliki pengetahuan untuk dibagi, memiliki dana untuk disumbangkan, dll.

Acara-acara yang diselenggarakan oleh Komunitas Belajar didukung oleh masyarakat dengan menyediakan alat-alat yang diperlukan, baik untuk sumbangkan atau dipinjamkan. Misalnya di sebuah acara yang diselenggarakan KBSG baru-baru ini. Panitia bekerja sama untuk mengatur panggung, membangun atap panggung, menyediakan kursi untuk duduk, katering, dll. Di antara anggota KBSG ada yang memnjamkan disel penerangan, lampu, sound, kamera, dll. Semuanya pinjaman dari warga.

Sebagian besar pengelola Komunitas Belajar adalah para pemuda atau para peserta belajar yang semuanya relawan. Komunitas Belajar juga menghargai minat anggota mereka. Jika seorang pelajar mungkin ingin menjadi montir atau tukang kayu maka mereka hanya perlu magang untuk belajar tentang bidang tersebut. Apalagi di Jepara terdapat banyak usaha mebel dan ukir yang telah berhasil dengan memanfaatkan banyak pekerja tanpa ijazah pendidikan formal. Ada kesadaran bahwa sekolah formal tidak menjamin sukses dalam semua karier. Komunitas Belajar juga menanamkan pada peserta didik pentingnya kembali pada budaya asli yang luhur demi kemajuan komunitas.

Berikut adalah komentar beberapa pengelola dan peserta KBSG dan KBQT tentang pengalaman mereka:
--------------------------------------
Rohmatun (pendamping KBSG)
-------------------------------------
Mengenai tempat belajar, bagi saya, sama sekali tidak ada masalah, karena anak-anak dapat belajar di mana saja. Tapi yang selalu menjadi pemikiran saya adalah kegiatan apa yang membuat mereka lebih berkualitas. Baik bidang agama, seni, keterampilan hidup seperti berkebun, ternak dll, sesuai minat mereka.

----------------------------------
Defri (anggota SGLC):
----------------------------------
Saya telah setahun lebih di KBSG. Aku dulu merasa minder untuk berbaur dengan banyak orang, untuk pentas di panggung. Tapi sekarang aku berani tampil menyanyi dan bermain musik di panggung.

----------------------------------
Wide Putra (anggota KBSG):
----------------------------------
Saya belajar banyak tentang kebersamaan, kesukarelaan, belajar bagaimana mengatur dan menjalankan sebuah event, berbagi fasilitas, berbagi waktu, dll.

-------------------------------------------------- ----------------
Didin Ardiansyah (pendamping dan pendiri KBSG):
-------------------------------------------------- ----------------
Tidak ada orang yang bodoh dan tidak berguna di dunia ini. Setiap orang memiliki potensi. Dan potensi itu akan diketahui dalam pergaulan. Dengan semangat kemandirian dan kebersamaan, kami mencoba memberdayakan diri. Kami yakin bahwa kami akan menjadi kekuatan besar dengan terus belajar dan mensinergikan berbagai potensi.

-------------------------------
Tia (anggota KBQT):
------------------------------
Di sini saya menemukan dunia fotografi yang memungkinkan saya untuk mempelajari karakter orang yang saya temui. Saya juga menulis untuk surat kabar yang memungkinkan saya mendapatkan uang untuk membantu orang tua saya. Sekolah ini memungkinkan saya untuk melihat dunia lain, karena di sini, saya memiliki waktu luang lebih daripada jika di sekolah formal untuk mengeksplorasi minat saya.

--------------------------------------
Aini Zulfah (Mahasiswa KBQT):
--------------------------------------
Aku sudah di sini selama 4,5 tahun. Mula-mula saya masih menemui sistem pendidikan formal di sini: Jam 6 pagi, kami harus belajar bahasa Inggris, pelajaran reguler lainnya, melakukan doa Dzuhur di sore hari, belajar lagi sampai jam 2 siang. Pada tahun kedua mulai bebas, dan di tahun ketiga kami telah siap untuk menjadi seperti yang kami inginkan.

-------------------------------------------------- -----------------
Ahmad Bahruddin (pendamping dan pendiri KBQT):
-------------------------------------------------- -----------------
Yang baik adalah orang yang berguna, bukan yang cerdas. Sebab orang cerdas bisa menjadi buruk. Tentu saja .. yang paling baik adalah bagaimana menjadi bangsa .. sebuah komunitas yang cerdas, beradab, dan berguna. Sehingga .. kebersamaan adalah penting karena memberikan manfaat yang lebih banyak.

------------------------------------------
Maia Rosyida (siswa KBQT):
------------------------------------------
Sejak kelas 2 sekolah dasar aku menemukan sesuatu yang salah dengan sekolah. Aku mulai bosan karena sejak dini saya sudah suka menulis, mulai bermimpi tentang ingin menjadi ini dan itu ... tetapi guru selalu tidak mendukung impian saya. Sebagai contoh .. ketika saya ingin mengetahui sejarah Chairil Anwar. Guru berkata:... "Itu nanti .. ketika kamu berada di kelas 6 dan 7. Ini menggangguku. Sejak saat itu, saya memimpikan kapan akan ada sekolah di mana guru benar-benar memahami anak-anak seolah-olah mereka orang tua kami sendiri. Sekarang saya menemukan tempat yang anggotanya memiliki pemikiran yang sama .. jadi saya bergabung dengan teman-teman di sini di mana kita sangat didukung oleh para pengelola. Kurikulum di sini  juga dari anak-anak. Semuanya kembali pada anak-anak.. Karena kita adalah yang belajar, dan kita yang perlu belajar, bukan orang lain ... jadi kita yang menjalankannya dan bertanggung jawab. Sepenuhnya dipercaya bahwa setiap anak memiliki potensi, memiliki keinginan, dan kemampuan yang berbeda. Sekarang ini, sementara siswa di sekolah masih menulis. "Pada suatu saat", saya sudah menulis artikel yang saya menulis berbagai artikel sebagaimana aku telah terinspirasi untuk menulis karena aku mengidolakan dan mempelajari penulis seperti Chairil Anwar.

----------------------------------
Ridwan (wali murid di QTLC):
---------------------------------
Di sini saya benar-benar merasa dihargai karena sebagai orangtua, saya bisa belajar juga. Ternyata saya masih perlu belajar banyak hal dari anak-anak di sini. Itulah yang berbeda dari sistem persekolahan yang mana ada batas antara orang tua dan sekolah. Di sini orang tua juga dapat menjadi peserta didik. 

Jika anda ingin melihat bagaimana perjalanan Komunitas Belajar ini, silahkan melihat video berikut ini:

Bagian 1



Bagian 2


Apakah Komunitas Belajar seperti ini menarik bagi Anda? Jika ya, bagaimana Anda dapat membuatnya menjadi kenyataan dalam komunitas Anda?
Untuk memepelajari lebih lanjut mengenai Komunitas Belajar, silahkan download presentasi ini.




Back To Top